(Day 2) Cerita Tentang Orang Tua



Cerita tentang Orang Tua

#day2ranimenulis
#ranimenulis

Bapak dan Mamaku itu asli Karo yang merantau ke Bandung. Disanalah mereka bertemu dan menetap sampai semua anaknya lahir di Bandung.
Bapak itu anak terakhir dan laki-laki satu-satunya. Nenekku dulu selalu dibully karena anaknya 4 perempuan semua. Makanya begitu yang ke-5 lahir laki-laki diberi nama Untung. Untunglah ada penerus marga.
Sebagai anak bungsu dan laki-laki satu-satunya, tentu saja beliau itu "raja". Aku ingat kalau dirumah,bapak akan duduk nonton tv sementara mama mengangkat air dari sumur untuk mandi bapak. Lalu membuatkan kopi, mengambilkan makan. Semua harus dilayani.
Bapakku guru matematika dan terkenal killer. Guru paling ditakuti di SMP itu ya Bapakku itu. Bapak itu galak. Tegas. Pas masih TK, pulang sekolah aku menunggu bapak selesai mengajar. Karena bosan aku masuk kelasnya untuk minta kertas gambar. Aku ingat sekali aku diseret keluar kelas dan dipukul didepan pintu kelas.
Setiap bapak pulang kerumah, kami pasti langsung kabur ke kamar. Takut kena marah.
Kurasa karena adat, bapak juga hampir tidak pernah memeluk atau mencium kami. Kaku sekali. Mengobrol saja jarang. Satu-satunya waktu kami "mengobrol" itu artinya bapak akan menasehati satu arah. Aku menyebutnya sidang. Dan itu bisa berlangsung selama berjam-jam nonstop sampai beliau puas bicara.
Pemukulan pakai lidi dan kayu ya biasalah itu. Lebih parah lagi sejak bapak kehilangan pekerjaannya. Sewaktu aku SMP, beliau bertengkar dengan kepsek dan diberhentikan. Mulailah masa suram bapak tidak mau bekerja lagi. Dirumah 24 jam. Sampai sekarang.
SMP aku pernah mau bunuh diri tapi gak punya nyali karena takut rasa sakit. Makanya kuliah aku memilih luar kota. Biar gak ketemu bapak.
Dan dari remaja aku selalu berdoa dengan khusyuk sekali agar tidak mendapat pria karo. Dan tidak dapat pria seperti bapak.
Aku mengalami psikosomatis dan anxiety ya karena trauma masa kecil. Apa yang membuatku pulih dari akar pahit itu saat aku punya anak pertama dan bapakku berkata "itu anakmu jangan dimarahi. Kasian masih kecil" dan disitu aku berteriak sambil menangis "bapak dulu juga gitu ke Rani"
Disitu akhirnya beliau minta maaf, dan kurasa memang aku hanya butuh pengakuan bahwa beliau memang salah dan meminta maaf. Pertama kalinya aku mendengar bapak meminta maaf.
Sedangkan mamaku, tipe pejuang. Ntah apa yang membuatnya bertahan. Menghidupi suami dan anak-anaknya sendirian. Padahal hanya seorang perawat puskesmas. Mama sering mengeluh, yang pasti kujawab "mama cerai sajalah" tapi bahkan mama tidak pernah terbersit untuk bercerai.
Semua usaha dilakukan, pernah karena perlu uang tambahan, mama buka praktek berobat dirumah. Yang akhirnya ketahuan dan ditegur oleh kepala dinasnya. Untung tidak kena sanksi hukum.
Karena mama yang mengerjakan semua pekerjaan otomatis mama tidak ada waktu untuk mengobrol. Malam hari beliau sudah kelelahan dan tertidur. Jadi ya aku tidak merasa punya ikatan batin apapun. Apa ya, kehidupan keluarga dirumah itu lebih seperti hidup bersama tanpa ada interaksi yang bermakna.
Bapak mulai berubah sejak mama stroke. Disitu mama tidak bisa bergerak, kena jantung juga. Disitu Bapak mulai takut kehilangan mama. Mulai belajar menyiapkan mandi sendiri. Makanannya sendiri. Juga membantu mama. Belajar mengendalikan emosi. Karena mama kumat jantungnya kalau melihat bapak marah. Disitulah titik balik bapak.
Dan satu hal yang aku salut, mereka berdua itu sayang sekali sama anak-anaknya meski sering menunjukkan rasa sayangnya dengan cara yang salah.
3x aku lahiran, mereka selalu datang dan mereka yang sibuk mengurusi semuanya. Mereka yang pusing memikirkan siapa yang membantu aku dirumah. Yang selalu bertanya kabar memastikan aku baik-baik saja.
Mama yang pernah sakit stroke dan jantung, tapi begitu mendengar aku demam 3 hari, suami lagi dinas, dan aku hanya bareng anak-anak dirumah, tiba-tiba mama punya kekuatan untuk naik bus dari Bandung menuju Tangerang. Padahal biasanya sudah tidak kuat perjalanan jauh.
Bapak yang selalu mendesak mama untuk tlp aku bertanya kabar. Ntah kenapa bapak emang tidak pernah tlp sendiri. Pasti menyuruh mama. Kata mama, aku ini anak kesayangan Bapak.
Bapak selalu punya firasat kalau aku kenapa-kenapa. Jadi menyuruh mama untuk ngecek.
Bapak yang saat awal aku kenal pria, berkata "diluar karo dan bukan katolik, lebih baik kita putus hubungan keluarga dan jangan panggil saya bapak lagi!" Tapi pada akhirnya mau memberikan anak gadis pertama dan kesayangannya kepada lelaki bukan karo dan bukan katolik.
Sudah banyak berubahlah. Sekarang malah mama yang sering ngomelin bapak. Bapak sabar aja dengar omelan mama. Mereka berdua karena sudah 65+ kalau berantem lucu. Karena miss communication aja gitu. Sehabis itu ya lupa dan ketawa lagi. Persis kayak anak kecil berantem.

Pada akhirnya,
We never know the love of a parent till we become parents ourselves.

Terimakasih, Mama dan Bapak

-----------------------------------------------------------

sebenarnya ini adalah challenge di salah satu grup komunitas. Karena saya tidak berhasil menyelesaikan challengenya, tapi saya rasa ini suatu hal yang bagus untuk dikerjakan.

Maka, saya akan memulai challenge ini di blog.

Harapannya apa ya.. saya ingin ini menjadi tumpahan inspirasi dan bagian dari aktualisasi diri saya. ~ Writing is Healing

Comments

Postingan terpopuler

Mesin Jahit Portable Mini S2 bermasalah? Perbaiki sendiri yuk

Resign dari PNS

[Review] Laneige Water Bank series ~ Trial Kit